Senin, 20 Desember 2010

キーロサギ。


かれ なまえ キーロサギ

ぼくら へや あたらしい メンバー。

Alkisah, gue dengan seorang teman dari Kamar Sebelah sedang berpetualang menelusuri lantai demi lantai sebuah pusat perbelanjaan di kota Solo. Tujuan utama adalah di lantai 4 untuk mononton film terbaru dari Harry Potter, yaitu film yang ketujuh.

Jam baru menunjukkan pukul 19.35 sedangkan film yang ingin kami tonton akan diputar pada pukul 20.15. Masih lama, oleh karena itu gue mengajak teman gue untuk berhenti sejenak di Timez*ne. Tentu selain agar tidak ‘garing’ karena menunggu lama di depan loket bioskop, juga karena gue ingin bermain dengan mesin yang melindungi beberapa boneka dari terkaman gue yang sejak beberapa hari lalu ‘ngidam’ memiliki boneka besar.

Tanpa perlu berlama-lama, gue mengisi kartu yang digunakan untuk menyimpan voucher yang diperlukan untuk memainkan mesin-mesin di sana. Lima belas ribu rupiah gue tukarkan dan menuju mesin berukuran tiga kali tiga meter. Mesin pertama ini menyimpan beberapa boneka berukuran besar. Sekali mencoba langsung merasakan sulitnya, lalu gue putuskan untuk bermain dengan mesin yang lebih kecil saja namun juga tetap terasa sulit.

Alhasil, lima belas ribu rupiah gue melayang tanpa membuahkan hasil. Dengan lemah, lesu, lunglai, gue mengajak teman Kamar Sebelah untuk membeli tiket terlebih dahulu agar dapat posisi duduk yang nyaman di dalam theater dan kembbali lagi jika masih ada waktu.

Setelah membeli tiket, gue bertanya pada ‘mbak’ yang menjual, “Sekarang jam berapa ya, mbak?”

“Jam 19.49”, jawabnya.

Yep! masih lama dan gue memutuskan untuk kembali bermain dengan boneka-boneka lagi.

Lima belas ribu gue isi voucher kartu lagi. Beberapa kali main ternyata masih gagal. Meski dengan koordinasi dua orang ternyata cukup sulit.

Pada permainan yang kesekian, gerakan tangan teman Kamar Sebelah sudah seperti tukang parkir saja. Dengan penuh kehati-hatian gue juga menggerakkan penjepit boneka mengikuti komando dari sisi samping. Dan akhirnya, seonggok boneka berwarna kuning terjepit dengan kurang kokoh. Terangkat dan terseret menuju ujung hilir rahim sang mesin. Jantung gue terasa berdetak lebih kencang, akibatnya aliran darah di pembulih juga terasa semakin deras. Jepitan terhenti di pojokan dan mulai terbuka. Boneka terjatuh pada lubang yang sedikit dalam. Yosh!! Tawa gue pecah, semangat gue membara, gue menunduk dan mengambil boneka yang sekarang bisa gue raih dengan tangan. Boneka berwarna kuning itu sekarang jadi milik gue.

Kudanil lucu berwarna kuning, gue tenteng menuju bioskop, dan mesin itu mulai dikerumuni banyak orang yang ingin memiliki peruntungan seperti gue. Sempat melongok mereka sebentar sedang mengalami kegagalan.

Entah euphoria apa yang sedang gue alami, boneka itu terus saja gue tenteng tanpa terpikirkan untuk memsaukkannya ke dalam tas.

“Mas-nya kog bawa boneka?”, sempat pertanyaan seperti itu terlontar dari soerang ibu-ibu di dalam lift.

Lumayan malu.

Gue menginginkan sebuah nama untuk boneka ini.

“Kurosagi”, tanggap teman Kamar Sebelah.

Cocok sih, karena kita memang sedang gencar menikmati dorama berjudul Kurosagi. Namun gue mengganti Kuro yang berarti hitam dengan Kiiro yang berarti kuning. Kiirosagi, atau jika diartikan penipu kuning.

ようこそ!! キーロサギ

Minggu, 19 Desember 2010

Mata Harapan

-:: つよい、 つよい、 つよい!!! ::-

Hari ini, gue mencoba memulai sebuah harapan baru. Sebuah harapan yang telah gue pikirkan dan persiapkan sebelumnya.

Gue mulai menggambarkan satu mata pada daruma hasil papercraft yang gue buat. Hal itu bukan karena gue menganggap bahwa daruma dapat mewujudkan harapan gue, tetapi hanya sebagai alarm diri bahwa gue punya harapan yang gue harus berusaha untuk mewujudkan.

Harapan gue ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai, seperti menyusun papercraft yang rumit. Tapi, dengan kesungguhan, gue yakin hasilnya juga baik ketika apa yang gue usahakan dilakukan dengan cara yang baik pula.

Gue sudah masuk di medan laga, dan gue harus mampu menggambarkan satu mata lagi pada si daruma di akhir pertempuran nanti.

がんばって ねえ。。。

Sabtu, 04 Desember 2010

A La[y] Jepang

おなじじゃない 池 は おなじじゃない 魚 が いる。

Penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari dua ratus juta jiwa tentu menciptakan bentuk interaksi sosial yang bermacam-macam. Mungkin karena hal itu pulalah tercipta suatu sebutan untuk beberapa gelintir orang dengan ciri tertentu, yaitu alay.

Secara ‘definisi’ yang gue peroleh dari posting beberapa blog di dunia maya, alay adalah singkatan dari ‘anak layangan’, dengan asumsi bahwa permainan layangan adalah permainan yang berasal dari kampung, maka anak layangan didefinisikan sebagai anak kampungan. Jadi, alay adalah sebutan untuk muda-mudi yang kampungan, dengan kampungan yang khusus karena beberapa sumber menyebutkan bahwa alay memiliki ciri khusus, mulai dari cara mereka berbusana, berbicara, berfoto, berlaku, bahkan dalam menuliskan pesan.

Dalam posting kali ini gue akan membahas salah satu ciri dari alay yaitu cara atau gaya mereka dalam menuliskan pesan. Walaupun terkadang ketikan pesan mereka sulit untuk dibaca, mereka tetap menuliskan dengan cara mencampurkan huruf kapital, huruf kecil, dan angka. Terkadang kata-kata yang digunakan juga dimodifikasi agar memunculkan kesan imut.

Perhatikan kalimat berikut, ‘Kamu akan selalu ada di tempat terindah di hatiku’ mungkin akan dituliskan menjadi ‘kMuwH 4kk@nD cL4luw 4Dda dY t4 t3riNdaH dY h4ttii kUWh’. Tentu membutuhkan pemikiran lebih untuk membacanya, seperti menterjemahkan ‘4’ yang dibaca sebagai ‘a’ atau sebagai ‘empat’.

Di Jepang juga ada bentuk penulisan yang menggunakan angka dan huruf meski dalam keseharian jarang digunakan. Sebagai contoh:

5men = gomen, angka 5 dibaca sesuai angka Jepang yaitu ‘go’

wata4 = watashi, angka 4 dibaca sesuai angka Jepang yaitu ‘shi’

39 = sankyu, angka 3 dan 9 dibaca sesuai angka Jepang yaitu ‘san’ dan ‘kyu’, sankyu adalah kata serapan dari thankyou dalam bahasa Inggris.

Meskipun berbeda, ternyata bentuk penulisan yang menggabungkan angka dan huruf ternyata ada juga di Jepang,

Aneh memang, tetapi kita harus tahu bahwa dalam berkomunikasi hendaknya kita menggunakan cara yang dapat dipahami lawan sehingga tidak terjadi salah pemahaman.